Senin, 11 Februari 2019

TNI KELUAR BARAK, APA KABAR REFORMASI?


Oleh : Salim Abdurrahman
Tidak dapat di pungkiri rasa takut yang menjelma menjadi trauma masih terus menghantui Rakyat Indonesia karena salah satu  kebijakan Presiden Soeharto yang sangat fenomenal pada zaman Orde baru yaitu Dwi Fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Gagasan Dwi Fungsi Abri adalah dimana keikutsertaan Angkatan Perang dalam Pemerintahan yang meliputi aspek Sosial dan Politik. Dalam bebrapa contoh pelibatan Angkatan Perang dalam pemrintahan pada zaman Soeharto ialah penertiban Demo Mahasiswa dan Buruh oleh ABRI yang berujung Tewasnya sejumlah Mahasiswa dalam Demonstrasi tersebut akibat kontak langsung dengan prajurit siap tempur ABRI. 
Belum lagi hilangnya para Aktivis yang sampai detik ini belum terungkap kasusnya, tidak hanya itu terbentuknya Fraksi ABRI di DPR, pelibatan Tentara dalam Swasembada pangan serta duduknya Perwira Tinggi (Pati) dalam struktur jabatan pemerintahan yang seharusnya diisi oleh Sipil adalah buntut panjang dari Kebijkan Presiden Soeharto yang sangat kontroversial yaitu Dwi Fungsi ABRI.


Turunnya Jutaan Mahasiswa ke jalan di seluruh penjuru Negeri dengan Tuntutan yang sama yaitu Reformasi yang salah satu di dalamnya menuntut pencabutan Dwi Fungsi ABRI, dan akhirnya perjuangan panjang tersebut berbuah manis, akhirnya Rezim Orde Baru Tumbang di tandai dengan pidato kemunduran diri Soeharto dari Jabatan Presiden Indonesia.

Setelah 21 tahun Reformasi Negeri ini Bau Aroma Menyengat dari Dwi Fungsi ABRI semakin terasa, ditandai dengan menjabatnya kapolda metro jaya Brigjen Pol M Iriawan yang awalnya Kapolda Metro Jaya yang Menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat yang pada saat itu Gubernur dan Wakil Gubernurnya mundur untuk bertarung dalam Pilkada di tahun 2018.
Padahal sudah jelas dalam UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian pada Pasal 28 Ayat 3 yang berbunyi : Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian.
Apabila merujuk pada UU No 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas UU No 30 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Adalah yang Sesuai sebagai Penjabat Gubernur ada pada Sekertaris Daerah (Sekda).


Dalam hal Tidak hanya Undang-undang saja yang di langgar  tetapi Seolah-olah Pemerintah takut akan stabilitas keamanan di daerah tersebut sehingga Mendagri Meminta  Seorang Jendral polisi sebagai Penjabat Gubernur padahal di daerah tersebut memilki Mapolda atau Markas Polisi Daerah sudah berfungsi sejak awal dan juga di dalam Konstitusi Tigas Polri sangat Spesifik yaitu meliputi Keamanan, Ketertiban, dan Penegakan Hukum.
Ditambah tudingan atas Netralitas Polri pasalnya salah satu calon wakil gubernur Anton Charliyan sebagai Mantan Kapolda Jawa Barat merupakan rekan seangkatan M Iriawan saat masih di Akpol. Ini akan menajdi isyarat kuat akan cikal bakal munculnya kembali Dwi Fungsi ABRI.

Puncaknya pada jumat (8/2/2019) melalui sambungan Live Streaming TV One Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Mayjen Sisriadi Menerangkan “Ada 150 Orang Jendral Berbintang dan 500 Orang Kolonel yang terdiri 3 Matra yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara yang saat ini sedang mengangur (tidak memiliki jabatan).”
Sebelumnya Mayjen Sisriadi mengungkapkan akan ada posisi untuk Perwira Tinngi TNI di Kementrian/Lembaga Negara yang seharusnya di isi oleh Sipil akan di gantikan oleh perwira tinggi TNI, Hal itu dipastikan melalui UU No 34 Tahun 2004 Tentang TNI yang sedang di revisi oleh TNI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar