Oleh : Salim Abdurrahman
Beberapa hari belakangan debat pilpres 2019 yang di adakan oleh KPU pada kamis (17/1) menjadi pembicaraan hangat warga Indonesia, pasalnya Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo mempertanyakan komitmen calon presiden nonor urut 02 dalam pemberantasan korupsi.
“Menurut data dari ICW, partai yang bapak pimpin, termasuk yang paling banayk mencalonkan mantan koruptor atau mantan narapidana korupsi, yang saya tau, caleg itu yang tanda tangan ketua umumnya. Berarti pak Prabowo yang tanda tangan. Bagaimana bapak menjelaskan mengenai ini? “ Tanya jokowi.
Prabowo terlihat kaget atas pernyataan yang langusung ditujukan kepadanya sbaghai ketua umum dari partai gerindra. Ia mengatakan belum mendapat laporan tentang itu. Ia juga mengatakan data dari ICW tersebut sangat subjektif.
Idonesia Corruption Watch (ICW) merilis nama-nama colon anggota legesiatif yang merupakan mantan napi koruptor, berikut datanya :
1. Golkar (7 orang)
2. Gerindra (6 orang)
3. Hanura (5 orang)
4. Demokrat (4 orang)
5. Partai Berkarya (4 orang)
6. PAN (4 orang)
7. Nasdem (2 orang)
8. Partai Gruda (2 orang)
9. Perindo (2 orang)
10. PKPI (2 orang)
11. PDIP (1 orang)
12. PKS (1 orang)
13. PBB (1 orang)
Padahal Mahkamah Agung telah medudukan dalam putusannya yaitu memperbolehkan mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai caleg. Seperti diketahui, MA telah memutus uji materi pasal 4 ayat (3) paraturan komisi pemilihan umum (PKPU) UU nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota pada Kamis (13/9/2018). Majelis Hakim Agung, yang di Ketuai Irfan Fachrudin beranggotakan Yodi Martono dan Supandi dengan nomor perkara 45 P/HUM/2018 yang di mohonkan Wa Ode Nurhayati, menilai Peraturan KPU tersebut bertentangan dengan pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Tetapi seperti yang kita ketahui maraknya kasus korupsi yang terjadi di saat ini yang kebanyakan dilakukan oleh pejabat publik yang menyalah gunakan kekuasaan.
fonomena tersebut telah jelas bahwasanya terjadi penghiantan terhadap amanat rakyat, oleh sebab itu timbulah upaya progresif dari KPU yaitu berupa pencabutan hak politik.
Dr. Ernest Utrecht pakar hukum pidana Universitas Brawijaya dalam bukunya yang berjudul bahan ajar hukum pidana dalam halaman 149 mengatakan “Bahwah hukum pidana merupakan hukum dengan sanksi istimewa, makna sanksi hukum istimewa” makna sanksi hukum istimewa adalah dimana hukum dalam pencapaian tujuannya dapat mereduksi hak asasi manusia.
Namun pakar hukum pidana dunia Ronald Dworkin dalam buku filsafat hukum nya yang berjudul Taking Rigth Seriously mengatakan “Hak asasi tidak bisa dibatasi, bahkan 100 dendam masyarakat di luar sana lantas tidak memberikan legitimasi bagi negara untuk memberikan hukuman tambahan bagi mereka yang telah di masyarakatkan”.
Padahal Jokowi sendiri pun dalam ucapannya saat ditanyakan ia setuju terhadap mantan napi kopusi yang menjadi caleg kembali atas dasar Hak. “Ya itu hak ya, konstitusi memberikan hak” ucap jokowi usai acara pengajian ramadhan yang di gelar oleh PP Muhammadiyah di Uhamka, Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (29/5/2018).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar