Jumat, 01 Maret 2019

Biang Kerok Perpecahan Rakyat Di Pilpres 2019

Oleh : Salim Abdurrahman 

Geliat perpolitikan di Indonesia menjelang Pilpres 2019 semakin memanas. Atmosfir negara Indonesia sudah tidak lagi sejuk karna lapisan-lapisa Ozon nya sudah di tembus isu-isu panas politik mulai dari kita membuka mata sampai kita tidur kembali. Bahkan banyak tali silaturahmi yang putus kalau kalau bahasa anak mudanya “selek” hanya karena memperdebatkan jagoan nya baik itu 01 ataupun 02.

Tidakkah kita merasa bosan dengan permainan politik yang di dominasi saling menjatuhkan dan menjelekkan antar paslon?
Ternyata selama ini kita tidak sadar bahwa semua keresahan kita sudah di disain sejak awal oleh para Elit politik yang ada di gedung DPR. Tidak percaya..?
Pernahkah kawan-kawan mendengar apa itu Presidential Threshold?
Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan adalah dimana partai politik harus memiliki 20 pesen kursi di DPR atau 25 persen suara sah dalam pemilu  sebelumnya. Peraturan tersebut sudah termaktub dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

Inilah yang menjadi titik awal atau menjadi biang kerok tidak sehat nya perpolitikan di Indonesia. Keberadaan Presidential Threshold dilihat dari kacamata konstitusi, tidak memiliki dasar.
Dan UUD 1945 tidak pernah mengamanatkan adanya Presidential Threshold. Benar adanya bahwa partai politik dimandatkan secara konstitusional untuk mencalonkan presiden dan Wakilnya.

Namun tidak demikian halnya dengan penetapan Presidential Threshold. Apalagi jika angka Presidential Threshold ditetapkan hingga 20 persen. Ketika UU Pilpres menetapkan adanya Presidential Threshold, maka tidak semua partai politik atau gabungan partai politik berhak memajukan Calonnya sebagai presiden dan Wakil presiden.
Dalam hal ini, berarti Presidential Threshold yang dimuat dalam UU Pemilu telah melanggar hak konstitusi partai politik yang telah lolos ke DPR.
Dengan adanya Presidential Threshold maka semakin kecil peluang rakyat Indonesia menjadi Presiden maka berimbas semakin tenggelam nya para pemimpin-pemimpin terbaik bangsa karena aturan yang di buat bagi siapa yang ingin menjadi capres harus di sokong oleh partai polotik yang memiliki kursi 20 persen di DPR. Mengakibatkan semakin sedikit nya capres yang bertarung di pilpres karna tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut.


Sebut saja PDI Perjuangan sebagai Partai pemenang pemilu 2014 yang memiliki 109 kursi di DPR atau sebesar 9,5 persen, Tentu ia tidak akan menyia-nyiakan anggka besar tersebut dan berusaha membuat lawan politiknya menjadi sedikit sehingga peluang menang nya semakin besar.
Dan kita lihat kembali pada pilpres 2014 hanya ada dua pasanagn capres yaitu Prabowo-Hata dan Jokowi-Jk dan kekalahan Prabowo menjadikan ia sebagai oposisi selama 5 tahun dan kembali mencalonkan lagi di tahun 2019.
Sangat jelas bahwasanya panggung politik Capres hanya di kuasai oleh para Elit politik yang hanya ingin mewujudkan nafsu kekuasaan nya dengan cara apapun itu.

Padahal KPU menetapkan awal masa kampanye pilpres pada tanggal 23 september 2018 tetapi sesungguhnya pertarungan antara Jokowi dan Prabowo sudah di mulai 5 tahun yang lalu.
Sangat menyeramkan.
Dengan semakin lamanya peperangan politik antara Jokowi dan Prabowo maka semakin sedikit serangan yang di tembakkan ke lawan karena lamaya masa kampanye menjadikan habis nya amunisi untuk menyerang,
menyebabkan digunakan nya apa saja yang bisa menyerang kubu lawan sehingga bermunculan lah yang namnya hoax, kampanye negatif, dan kampanye hitam menyerang pribadi dari capres bisa itu latar belakang, keluarga, orang tua, bahkan harta yang di milikinya tak luput menjadi isu yang di goreng-goreng untuk menjatuhkan kubu lawan.
Inilah yang menyebabkan tidak sehat nya dunia perpolitikan di Indonesia.

Penulis teringat pada Peperangan antara Vietnam melawan Amerika Serikat pada tahun 1965.
Perang tersebut berlangsung sangat lama yaitu selama 10 tahun. Sangkin lamanya Ternyata pasukan AS kehabisan persenjataan untuk menyerang Vietnam. Hingga pada suatu ketika mereka benar-benar kehabisan bom yang akan di luncurkan melalui pesawat tempurnya, mereka memasangkan Closet (toilet duduk) yang akan di jatuhkan ke wilayah Vietnam utara sebagai pengganti Bomb.
Penulis tidak dapat membayangkan apabila closet tersebut masih berisis tinja. Sangat menjijikan bagaikan hoax dan berita bohong yang yang bertebaran setiap hari.